Saat sebuah perusahaan dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga maka pihak yang berwenang mengurus dan membagikan harta pailit (boedel pailit) adalah kurator atau disebut juga dengan Balai Harta Peninggalan (BHP). Pasal 1 angka 5 UU. No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan), mendefinisikan kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan undang-undang ini.
Dilihat dari definisi di atas maka ada dua pihak yang dapat disebut sebagai kurator yakni BPH dan kurator perseorangan atau juga dikenal dengan kurator swasta. Lalu apa yang membedakan keduanya?
Dalam sebuah acara FalasTalks bertema “Perbedaan Kurator Perorangan dan BHP”, Direktur Perdata pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Santun Siregar, menjelaskan BPH dalam Permenkumham No. 7 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Harta Peninggalan, mempunyai tugas mewakili dan melaksanakan pengurusan kepentingan subjek hukum dalam rangka menjalankan putusan dan/atau penetapan pengadilan atau kepentingan demi hukum di bidang harta peninggalan dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sama halnya dengan kurator perseorangan atau swasta, salah satu tugas BHP adalah bertindak selaku kurator dalam pengurusan, pemberesan dan pelaksanaan likuidasi perseroan terbatas dalam masalah kepailitan. Dan dikarenakan Balai Harta Peninggalan adalah kurator maka seluruh kewenangan kurator yang diatur dalam UU 37/2004 juga merupakan kewenangan dari Balai Harta Peninggalan.
Beberapa tugas lain dari BPH menurut Permenkumham 7/2021 adalah melakukan pengurusan dan penyelesaian masalah perwalian, pengampuan, harta kekayaan yang pemiliknya dinyatakan tidak hadir (afwezigheid), dan harta peninggalan yang tidak terurus (onbeheerde nalatenschap); pendaftaran wasiat terdaftar, pembukaan dan pembacaan surat wasiat rahasia/tertutup; pembuatan surat keterangan hak waris;
Penyelesaian penatausahaan uang pihak ketiga; penyusunan rencana program, anggaran, fasilitasi reformasi birokrasi, pengelolaan teknologi informasi dan hubungan masyarakat, urusan tata usaha dan kepegawaian, pengelolaan urusan keuangan, barang milik negara dan rumah tangga serta evaluasi dan pelaporan BHP; tugas lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurut Santun, BPH merupakan Unit Pelaksana Teknis berada di lingkungan Kantor Wilayah Kemenkumham di bawah Divisi Pelayanan Hukum dan HAM, namun secara teknis bertanggung jawab langsung pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum melalui Direktorat Perdata.
Diakui Santun, saat ini terdapat lima BPH di seluruh Indonesia yakni Jakarta, Surabaya, Semarang, Medan, dan Makassar. Karena keterbatasan itu pula, Santun mengatakan keberadaan kurator perseorangan (swasta) diperlukan untuk membantu masyarakat menangani sengketa kepailitan dan hal itu juga terjadi di dunia Internasional.
“Kurator atau BPH ini jumlahnya sangat terbatas, hanya ada di lima provinsi. Sebenarnya dari Kemenkumham beberapa kali kita dorong untuk penambahan, karena sekarang BHP itu mengalami perkembangan. Karena selain mengurus perkara kepailitan, juga mengurus wasiat, ketidakhadiran. Memang BHP kita ini menjalani tugas yang mulia sebenarnya, tapi satu BHP menangani enam provinsi suatu kondisi yang tidak ideal,” kata Santun.