HUKUM ONLINE - Sesuai Pasal 34 ayat (2) UU PDP terkait pemrosesan data pribadi yang mempunyai risiko tinggi di samping penggunaan teknologi baru dalam pemrosesan data pribadi, terdapat pula pemrosesan data pribadi yang bersifat spesifik dan lain sebagainya.
Pasal 12 Deklarasi Universal HAM (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights 1948 dan Pasal 17 International Covenant on Civil and Political Rights telah memberikan jaminan terhadap setiap orang berhak atas privasi. Termasuk di dalamnya ialah privasi dan perlindungan data baik hak atas privasi maupun pelindungan data pribadi.
“Kalau dulu (pemantik munculnya) right to be alone karena ada kamera. Sekarang, Facebook bukan teknologi baru, tapi ketika baru muncul orang mempertanyakan sejauh mana Facebook (mengetahui data pribadi pengguna),” ungkap Harzy Randhani Irdham dari Asosiasi Praktisi Pelindungan Data Indonesia (APPDI) dalam pemaparannya dalam Training Hukumonline 2023 bertajuk “Masterclass Pelindungan Data Pribadi: Menguasai Teori, Regulasi dan Implementasi", Selasa (3/10/2023).
Terlebih, setelah hebohnya pembongkaran yang dilakukan Edward Snowden dan WikiLeaks, opini publik lantas terbagi menjadi dua. Meski terdapat kelompok yang menentang keras data pribadi diketahui pihak-pihak tertentu, namun saat itu terdapat kelompok yang memandang tidak masalah jika data dilihat orang lain jika yang bersangkutan tidak membuat kesalahan atau pemikiran “you have nothing to hide”.
Menurut Harzy, setiap orang memiliki reasonable expectation to privacy. Dimana dalam mempergunakan sosial media sebagai contohnya tentu ada anggapan untuk informasi yang diunggah pada laman sosial media yang bersangkutan tidak lantas dapat diketahui publik, terkecuali memang profil diatur terbuka bagi publik. Dari situlah, pengguna mempunyai hak untuk membatasi informasi kepada orang lain dengan hanya terbatas pada orang yang memang masuk dalam daftar teman saja.
“Kini orang mengkritisi hak privasi, hal tersebut di-trigger oleh adanya perkembangan inovasi. Ini salah satu mengapa dalam penilaian dampak dalam UU. No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), ada di Pasal 34 ayat (2) salah satu risiko tertinggi adalah digunakannya teknologi baru,” terangnya.
Selengkapnya, Pasal 34 ayat (2) UU PDP menyebutkan pemrosesan data pribadi memiliki potensi risiko tinggi meliputi pengambilan keputusan secara otomatis yang memiliki akibat hukum atau dampak yang signifikan terhadap Subjek Data Pribadi; pemrosesan atas Data Pribadi yang bersifat spesifik.
Kemudian pemrosesan Data Pribadi dalam skala besar; pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan evaluasi, penskoran, atau pemantauan yang sistematis terhadap Subjek Data Pribadi; pemrosesan Data Pribadi untuk kegiatan pencocokan atau penggabungan sekelompok data.
Lalu penggunaan teknologi baru dalam pemrosesan Data Pribadi; dan/atau pemrosesan Data Pribadi yang membatasi pelaksanaan hak Subjek Data Pribadi. Adapun penilaian dampak pelindungan data pribadi wajib dilakukan pengendali data pribadi dalam memproses data pribadi yang mempunyai risiko tinggi terhadap subjek data pribadi.
“Teknologi itu yang buat orang kritis dengan pelindungan data pribadi. Apalagi sekarang AI (Artificial Intelligence) yang lagi happening. Bisa fungsi automation dari perilaku kita, mereka lakukan itu dari pelajari data pribadi kita sebagai pengguna dan itu dilakukan masif oleh teknologi baru.”
Oleh karenanya, di tengah-tengah gempuran teknologi yang terus berakselerasi dengan cepat, penting bagi masyarakat untuk dapat menyesuaikan diri. “PDP ini tidak mengenal industri, tapi berlaku semua pemrosesan data. Ini harus diperhatikan oleh In-House Counsel, praktisi hukum, konsultan yang memang berhadapan dengan kasus seperti ini,” sambungnya.
Patut diketahui, data pribadi sebagaimana ditafsirkan Pasal 1 angka 1 UU PDP ialah setiap data tentang seseorang baik yang teridentifikasi dan/atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Sistem Elektronik dan/atau nonelektronik.
Berpijak dari Pasal 28G UUD 1945, Harzy menekankan pelindungan data pribadi menjadi hak konstitusional warga negara. Selengkapnya berbunyi, Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.